ARTIKEL IPTEK
Kendala
Penerapan Teknologi Informasi untuk Meningkatkan Mutu Lulusan Perguruan Tinggi
di Indonesia
Oleh: Iis Solichah*
Dulu, guru merupakan satu-satunya
sumber ilmu bagi peserta didik dalam sebuah institusi pendidikan. Paradigma
techer-centered merupakan metode yang paling banyak digunakan sistem pendidikan
di Indonesia. Dengan metode teacher-centered, siswa menerima ilmu pengetahuan
hanya dari satu sumber, yaitu penjelasan dari guru. Cara pembelajaran yang
digunakan juga sangat bergantung pada sifat atau kepribadian guru. Hal ini
berujung pada terbatasnya jumlah ilmu yang diserap oleh siswa, dan lambatnya
laju pemikiran siswa terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di dunia. Siswa
tidak dapat mengetahui berbagai penemuan dan pemikiran-pemikiran baru yang
dengan cepat bermunculan dalam IPTEK dunia.
Keadaan dunia pendidikan saat ini
jauh berbeda. Tidak diragukan lagi, teknologi informasi kini memiliki peran
yang sangat penting dalam beberapa aspek kehidupan di negeri ini, termasuk
dunia pendidikan. Era digital semakin marak, dan bukan hanya sekedar tren. Hal
ini terdeteksi karena sebagian besar institusi pendidikan tinggi di Indonesia,
yaitu perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, sudah merambah dunia maya
dalam usaha untuk meningkatkan mutu calon lulusannya. Institusi-institusi
formal di Indonesia telah berupaya memanfaatkan teknologi informasi dalam
beberapa kegiatannya, termasuk kegiatan pembelajaran. Namun, di berbagai tempat
masih ditemui beberapa kendala utama penerapan teknologi informasi dalam
kehidupan pendidikan di perguruan tinggi. Beberapa kendala tersebut sebagai
berikut.
Kendala Sumber Daya Manusia
Kendala ini meliputi dua aspek,
yaitu dosen sebagai guru, dan mahasiswa sendiri sebagai peserta didik. Beberapa
perguruan tinggi yang ingin menerapkan teknologi informasi dalam lingkungan
pendidikannya, akan menghadapi kendala yang sangat signifikan, yaitu kesiapan
dosen dan mahasiswa untuk memasuki sistem yang akan menuntut mereka untuk
bekerja sesuai kinerja sistem. Teknologi informasi akan memberikan banyak
kemudahan bagi dosen dan mahasiswa dalam melaksanakan role-nya. Mulai dari
adanya komputer dan program yang sesuai yang dapat digunakan untuk membuat
modul atau membuat versi digital dari materi yang akan diajarkan, LCD proyektor
untuk mendisplay draft materi pada saat perkuliahan, sistem terintegrasi (bagi
dosen dan mahasiswa) untuk memfasilitasi e-learning, yaitu wahana untuk:
mengupload materi bagi mahasiswa, mempublish tugas dan deskripsi tugas,
menghandle submission tugas, mengadakan kuis, sarana diskusi online, dan
sebagainya.
Semua fitur yang ditawarkan oleh
teknologi informasi terebut menuntut penggunanya memiliki kesiapan mental dan
skill yang dibutuhkan. Kesiapan mental, untuk mengubah gaya pembelajaran yang
manual menjadi semi-digital ataupun fully-digital. Kesiapan skill, yaitu
kemampuan dan keterampilan untuk mempelajari cara penggunaan fitur-fitur
tersebut dan penggunaannya dalam kegiatan pembelajaran. Ketidaksiapan pengguna
sedikit banyak akan mengurangi efisiensi sistem, atau sistem tidak dapat
dimanfaatkan secara optimal.
Kendala Teknis dan Keuangan
Untuk menerapkan teknologi informasi
secara menyeluruh dalam metode pembelajaran sebuah perguruan tinggi, dibutuhkan
pihak yang berkompeten dalam hal terkait yang dapat menganalisis kebutuhan yang
ada dan menyarankan fitur-fitur yang sesuai untuk diterapkan di tempat
tersebut. Jadi, tidak semua orang bisa menjadi agent of change dalam penerapan
teknologi informasi di sebuah kampus. Untuk penerapan tersebut, dibutuhkan dana
yang cukup besar, apalagi jika penerapan dilakukan secara menyeluruh pada
sebuah institusi yang sama sekali belum memiliki akses teknologi informasi.
Biaya yang besar dibutuhkan untuk pengadaan infrastrukturnya, seperti perangkat
komputer, LCD, laboratorium komputer, modem untuk akses internet, dan perangkat
lainnya.
Dari kedua kendala di atas, yang
paling fatal adalah kendala sumber daya manusia. Mengapa demikian? Dalam sebuah
institusi, sekian besar biaya yang sudah dikeluarkan dan kinerja teknis yang
sudah dilaksanakan untuk menerapkan teknologi informasi di lingkungan tersebut,
semua itu akan sia-sia jika sumber daya manusianya belum siap untuk menggunakan
sistem yang telah dibuat. Sebagai solusi dari kendala-kendala dalam penerapan
teknologi informasi pada perguruan tinggi, beberapa cara yang dapat dilakukan
adalah:
1. Melakukan analisis yang matang
tentang kebutuhan penerapan teknologi informasi. Analisis yang detail dan
menyeluruh sangat diperlukan sebelum melakukan langkah lebih jauh dalam
penerapan teknologi informasi pada institusi tertentu. Setiap fitur yang
dibutuhkan perlu didata secara teliti, jika perlu analisis dilakukan oleh wakil
pihak institusi didampingi pakar teknologi informasi agar dapat mendata semua
kebutuhan dan alternatif solusi yang sesuai. Sebab, fitur-fitur teknologi
informasi yang akan diterapkan sangat bergantung pada kebutuhan dan dana yang
tersedia, agar pemborosan dapat dihindari sebisa mungkin.
2. Memilih konsultan teknologi
informasi yang terpercaya. Konsultan teknologi informasi akan merancang dan
mengimplementasikan sistem ataupun infrastruktur sesuai keinginan peminta.
Dengan memilih konsultan teknologi informasi yang tepat, maka penghamburan dana
untuk sumber daya yang tidak diperlukan dapat diminimalkan.
3. Menyelenggarakan training bagi
calon pengguna sistem Hal ini merupakan kegiatan yang cukup penting, karena
pada akhirnya penggunalah yang akan memanfaatkan fitur-fitur yang ada pada
sistem yang diterapkan. Untuk sebuah perguruan tinggi, perlu diadakan training
atau semacam e-tutorial bagi dosen yang masih membutuhkan adaptasi atas
diterapkannya sistem berbasis teknologi informasi dalam metode pembelajaran selanjutnya.
Selain itu, tidak menutup kemungkinan, masih terdapat mahasiswa yang memerlukan
panduan-panduan khusus. Training ini dapat juga diganti dengan pemberian
modul-modul guideline versi hardcopy maupun softcopy yang dapat dipelajari
sendiri oleh calon pengguna.
Nantinya, diharapkan penerapan
teknologi informasi di lingkungan perguruan tinggi akan dapat memaksimalkan
potensi dosen maupun mahasiswa, sehingga tujuan utama usaha ini yaitu
meningkatkan mutu lulusan perguruan tinggi, agar selain dapat menyerap ilmu
sebanyak-banyaknya dan mengikuti laju perkembangan ilmu pengetahuan, bahkan
sebagai salah satu kontributor penemuan baru dan penelitian dalam dunia IPTEK,
semakin meningkat. Sehingga, mutu lulusan perguruan tinggi di Indonesia dapat
bersaing dengan lulusan perguruan tinggi-perguruan tinggi di dunia, bukan hanya
dalam hal ilmu pengetahuan sesuai core competencenya, namun juga dalam dunia
pembelajaran berbasis teknologi informasi.
*) Iis Solichah adalah Peserta matakuliah Pengajaran Berbantuan Komputer
Fasilkom UI Semester Genap 2008/2009
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
Yth. Pimpinan dan seluruh Civitas
Akademika STMIK
AKAKOM,
Ketua dan segenap Anggota Yayasan
Pendidikan Widya
Bakti,
Para undangan dan segenap hadirin
yang saya hormati,
Pertama-tama saya ucapkan Selamat
Pagi dan Salam
Sejahtera bagi semuanya, dan
selamat bertemu pada hari yang
sangat membahagiakan ini, yaitu
pada Acara Lustrum ke V
STMIK AKAKOM , jadi pada hari ini
STMIK AKAKOM
telah menginjak usianya yang
genap seperempat abad. Pada
kesempatan ini, saya mendapat
kehormatan untuk
menyampaikan pidato ilmiah yang
untuk ini perkenankanlah
saya membahas masalah yang rasanya
perlu menjadi renungan
bersama segenap institusi
pendidikan tinggi yaitu masalah:
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
“ PENGEMBANGAN IPTEK DI PERGURUAN
TINGGI”
Hadirin yang saya hormati, kita
semua sebagai Civitas
Akademika pasti menyadari bahwa
pengembangan IPTEK
sangat terkait dengan dharma
kedua di Perguruan Tinggi,
disamping dharma pertama yaitu
pendidikan dan pengajaran dan
dharma ketiga yaitu pengabdian
pada masyarakat. Walaupun
demikian, tidak dapat dikatakan
bahwa penelitian menduduki
urutan prioritas kedua dari
ketiga dharma tersebut. Bahkan tidak
berkelebihan kalau dikatakan
justru hasil-hasil penelitian dapat
dipakai sebagai tolok ukur
kualitas pendidikan tinggi. Oleh
karena itu, dapat dimengerti
bahwa semua perguruan tinggi
berusaha meningkatkan mutu hasil
penelitiannya, bahkan
beberapa perguruan tinggi
terkemuka sudah mencanangkan citacita
untuk suatu saat menjadi
perguruan tinggi penelitian yang
sesungguhnya.
Penelitian merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari
pembinaan staf akademik di
perguruan tinggi, karena syarat
utama untuk kenaikan pangkat
dalam jabatan akademik adalah
karya publikasi hasil penelitian
ilmiah. Karena berbagai kendala
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
dan hambatan dalam
penyelenggaraan kegiatan penelitian di
perguruan tinggi dewasa ini masih
sangat menonjol, maka
selama ini pembinaan karier staf
akademik di perguruan tinggi
tidak berjalan mulus. Struktur
kepangkatan jabatan akademik
masih terlalu berat di bawah. Hal
ini berlaku baik di perguruan
tinggi swasta dan bahkan juga
berlaku di kebanyakan perguruan
tinggi negeri sekalipun.
Sudah menjadi pengetahuan umum
bahwa produktivitas
dan kualitas hasil penelitian
perguruan tinggi di Indonesia masih
sangat memprihatinkan. Kita dapat
bersyukur bahwa masalah
ini juga menjadi keprihatinan
pemerintah. Sejak 1988 telah
diluncurkan berbagai program
penelitian dengan alokasi dana
pemerintah yang makin meningkat.
Hal ini berarti peluang staf
pengajar untuk memperebutkan dana
penelitian makin besar dan
kegairahan meneliti di kalangan
staf akademik makin tumbuh
dan berkembang.
Dalam usaha untuk meningkatkan
produktivitas dan
kualitas penelitian di Indonesia,
maka sejak 1992 telah
diterapkan sistem seleksi secara
bersaing dalam alokasi dana
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
penelitian, yaitu dengan
diluncurkannya Program Hibah
Bersaing di lingkungan pendidikan
tinggi dan Program Riset
Unggulan Terpadu di lingkungan
Dewan Riset Nasional.
Dengan sistem persaingan yang
sifatnya seleksi kompetitif
secara nasional ini dapat
dimengerti bahwa hanya peneliti dan
usulan penelitian yang unggul
saja yang akhirnya dapat
memenangkan persaingan.
Oleh karena itu, setiap perguruan
tinggi perlu
memikirkan upaya pembinaan
kemampuan meneliti staf
akademiknya. Pembentukan
kemampuan meneliti memang
dapat merupakan proses
pembelajaran yang dapat terlaksana
dengan sendirinya asal tersedia
dukungan sarana, prasarana, dan
dana yang memadai, dan yang lebih
penting lagi yaitu adanya
suasana lingkungan yang
benar-benar mendukung. Pembinaan
secara khusus mungkin dapat lebih
berhasil misalnya melalui
program pendidikan lanjutan S2
dan S3. atau melalui penataran
metodologi penelitian.
Keberhasilan untuk memperebutkan dana
penelitian melalui seleksi
kompetitif secara nasional akan sangat
ditentukan oleh kemampuan memilih
masalah penelitian yang
benar-benar relevan dengan kepentingan
nasional dan
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
merumuskan usulan penelitian yang
dapat
dipertanggungjawabkan dari segi
metodologi penelitian ilmiah.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Bagaimana gambaran penguasaan
IPTEK di negara berkembang
seperti Indonesia, dan bagaimana
pengembangan IPTEK di
perguruan tinggi di Indonesia
akan saya coba ungkapkan secara
ringkas. Sejak lama telah tampak
dengan jelas bahwa di bumi
kita ini ada garis pemisah yang
membedakan negara kaya dan
negara miskin. Negara-negara kaya
dihuni oleh 25 % penduduk
bumi, menguasai 40 % dari luas
bumi, tetapi menguasai lebih
dari 80 % kekayaan dari bumi .
Sebaliknya negara-negara
miskin, yang biasanya juga
terbelakang, tetapi biasanya lebih
suka disebut negara berkembang,
dihuni oleh 25 % penduduk
bumi, mendiami selebihnya dari
luas bumi, dan hanya
menguasai 20 % dari kekayaan alam
bumi. Bahkan kalau
dicermati lebih lanjut, hampir
separuh dari penduduk bumi
hidup di negara-negara paling
miskin di mana penduduknya
bertahan hidup hanya dengan
pendapatan per kapita tidak lebih
dari satu dollar US setiap hari.
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
Sebagian besar negara berkembang,
dan lebih-lebih lagi
negara-negara miskin, menghadapi
masalah pelik yang serupa.
Masalah itu adalah : kekurangan
pangan, kekurangan papan,
kekurangan sandang, keterbatasan
pelayanan kesehatan,
keterbatasan pendidikan,
pengangguran tenaga kerja, kepadatan
penduduk dan segala permasalahan
ikutan yang terkait dengan
kepadatan penduduk. Negara-negara
ini biasanya juga terbebani
oleh masalah hutang luar negeri
yang makin menumpuk dan
kedudukannya dalam perdagangan
luar negeri yang sangat
lemah.
Memang tidak dapat disangkal
bahwa negara-negara
kaya sudah sejak lama memberikan
bantuan kepada negaranegara
berkembang dan negara-negara
miskin. Tetapi kalau
dicermati, bantuan negara kaya
kepada negara miskin
jumlahnya relatif kecil, yaitu
tidak lebih dari 1 % pendapatan
bruto nasional mereka.
Kemanfaatan dari bantuan ini pun
banyak disangsikan, karena sangat
tergantung pada kesiapan
negara berkembang sendiri dalam
menarik manfaat dari bantuan
tersebut. Makin lama makin
disadari bahwa keberhasilan
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
pembangunan suatu negara dalam
jangka panjang sebenarnya
sangat erat terkait pada aspek
penguasaan IPTEK.
Selama ini pengembangan kemampuan
ekonomi di
negara berkembang terlalu
dikaitkan dengan pengalihan modal
dari negara maju, khususnya dalam
bidang-bidng teknologi
madya dan teknologi padat karya.
Pengalihan kegiatan ekonomi
semacam ini sering tersamar
dengan istilah “alih teknologi’
dan tampaknya hanya akan
memberikan manfaat ekonomi
jangka pendek yang tidak terlalu
besar artinya. Kegiatan alih
teknologi semacam ini hanya
sekedar memanfaatkan ongkos
buruh yang sangat rendah di
negara berkembang dan sedikit
saja memberi manfaat ekonomi
jangka panjang bagi negaranegara
tersebut. Tidak terlalu sukar
untuk mencari contohcontoh
industri madya, industri padat
karya, dan jenis-jenis
industri yang tidak mampu lagi
memenuhi baku mutu
pencemaran lingkungan di
negara-negara maju , yang secara
berangsur-angsur telah direlokasi
dari negara maju ke negara
berkembang.
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
Lambat laun negara berkembang
harus menyadari bahwa
masa depan mereka terkait dengan
kemampuan menguasai
IPTEK. Jelas lebih mudah untuk
meningkatkan kesejahteraan
suatu bangsa dengan memanfaatkan
teknologi maju
dibandingkan dengan teknologi
madya, teknologi tepat guna,
apalagi teknologi primitif.
Pengalaman beberapa negara industri
baru seperti Jepang, Korea,
Taiwan, Cina, Hongkong, Singapura
dan Malaysia dapat dijadikan
sebagai contoh. Sudah nampak
jelas bahwa bidang-bidang
industri maju yang berlandaskan
ilmu pengetahuan akan segera
menyulut revolusi dalam bidangbidang
pertanian, kesehatan, energi dan
lain-lainnya dalam masa
dekat yang akan datang.
Negara-negara berkembang perlu
segera berusaha dengan keras
mengembangkan kemampuan
dalam bidang IPTEK.
Hadirin yang saya hormati,
kesenjangan kesejahteraan
antara negara maju dan negara
berkembang dewasa ini sudah
sangat mencolok. Sejarah telah
menunjukkan bahwa ada
korelasi yang amat kuat antara
kemampuan IPTEK suatu negara
dengan tingkat pendapatannya per
kapita. Makin tinggi
kemampuan IPTEK suatu negara,
makin tinggi pula tingkat
pendapatannya per kapita. Perlu dicatat
bahwa negara-negara
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
maju yang hanya memiliki 20 %
dari penduduk bumi, tetapi
sangat tinggi kemampuan
IPTEK-nya, ternyata menguasai 80 %
dari pendapatan global. Garis
pemisah yang membedakan
negara maju dari negara miskin
ternyata juga menggambarkan
kesenjangan dalam kemampuan
IPTEK.
Perbandingan lemampuan IPTEK
antara negara maju
dengan negara miskin benar -
benar membuat kita sangat
prihatin. Negara-negara kaya
memiliki lebih dari 90 %
ilmuwan, bahkan dari segi
anggaran penelitian, negara-negara
maju membelanjakan lebih dari 98
% anggaran penelitian secara
global. Biaya penelitian dan
pengembangan per kapita negaranegara
berkembang bahkan hanya 1/300
kalinya negara-negara
maju. Walaupun dalam dasa warsa
terakhir telah ada tandatanda
sedikit perbaikan tetapi ternyata
belum cukup untuk
merubah gambaran yang
memprihatinkan di atas.
Jumlah ilmuwan per kapita yang
berkecimpung dalam
kegiatan penelitian dan
pengembangan di negara-negara
berkembang hanyalah 4 % dari
jumlah ilmuwan per kapita di
negara-negara maju. Hal ini
menunjukkan betapa kuatnya
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
kemampuan IPTEK negara-negara
maju dibandingkan dengan
negara berkembang. Lebih
memprihatinkan lagi, jumlah
ilmuwan yang sedikit tersebut, di
negara berkembang justru
jarang dimanfaatkan
sebaik-baiknya. Kalau di negara maju para
ilmuwan berkecimpung langsung
dalam kegiatan penelitian dan
pengembangan dan berjaya dalam
menghasilkan temuan-temuan
baru, dan nyata-nyata menyumbang
langsung dalam sektor
produksi, maka sebagian besar
ilmuwan di negara berkembang
terbatas peranannya dalam bidang
pendidikan dan kadangkadang
malahan dalam administrasi dan
manajemen saja.
Tingkat dan kecepatan
pengembangan IPTEK di negara
berkembang sangat bervariasi.
Banyak negara masih sangat
terbelakang dan bahkan tidak
berdaya sama sekali. Beberapa
negara lainnya sudah mennnjukkan
ada tanda-tanda kemajuan,
bahkan satu dua negara telah
mencapai tahap tinggal landas dan
mempunyai harapan besar di
kemudian hari. Satu dua negara
memang telah berupaya keras
mengembangkan kemampuan
IPTEK walaupun harus dilakukan
dalam keadaan ekonomi yang
serba sulit. Beberapa negara
telah mampu mengerahkan 1 %
dari pendapatan nasional brutonya
untuk mengembangkan
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
kemampuan IPTEK melalui kegiatan
penelitian dan
pengembangan. Beberapa fasilitas
pengembangan IPTEK dapat
dikatakan menyamai mutunya
dibandingkan fasilitas serupa di
negara maju sekalipun. Bahkan
dapat dilihat contoh-contoh
dimana telah dapat dicapai
kemajuan pesat dalam bidang-bidang
IPTEK yang keras seperti ruang
angkasa, nuklir, komputer,
telekomunikasi, dan sebagainya.
Kelompok negara berkembang yang
lebih besar memang
belum banyak melakukan investasi
dalam pengembangan
IPTEK. Indonesia misalnya, baru
mampu membelanjakan
kurang dari 0,2 % angaran belanja
nasionalnya dan ini adalah
angka sebelum krisis moneter.
Kalau dihitung sekarang
barangkali tidak ada 0,1 %.
Walaupun di sana-sini dapat
dijumpai kantong-kantong
pengembangan IPTEK yang cukup
tinggi mutunya, namun pada
umumnya harus disadari bahwa
pengembangan IPTEK tidak mungkin
dilaksanakan dengan
pendanaan dan dukungan sumber
daya yang serba pas-pasan.
Dalam dasa warsa terakhir ada
tanda-tanda bahwa
beberapa negara berkembang makin
meningkatkan kegiatan
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
pengembangan IPTEK-nya. Walaupun
demikian tampaknya
amat sukar bagi negara berkembang
untuk dapat mengejar
apalagi menandingi keunggulan
IPTEK negara maju.
Ketertinggalan dan ketergantungan
pada hasil IPTEK negara
maju masih akan berlanjut di masa
mendatang. Bahkan di
bidang teknologi maju tertentu,
seperti bioteknolgi misalnya,
kemajuan di negara-negara maju
yang pengembangannya
didukung oleh
perusahaan-perusahaan multi-nasional raksasa
akan mengancam komoditi expor
hasil pertanian negara
berkembang. Akibatnya tidak hanya
akan terasa dalam neraca
perdagangan, tetapi juga akan
dirasakan oleh para petani miskin
di negara berkembang.
Di satu pihak, negara maju akan
makin memusatkan diri
pada kegiatan industri yang
berlandaskan IPTEK tinggi, yang
memproduksi barang-barang
teknologi tinggi, yang bernilai
tambah sangat tinggi pula. Dalam
waktu yang sama, industri
madya, industri padat karya, dan
industri yang teknologinya
telah usang makin dialihkan ke
negara-negara berkembang,
untuk memanfaatkan upah buruh
yang sangat rendah. Sementara
itu produk teknologi tinggi dari
negara maju makin cepat
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
peningkatan harganya, jauh
melebihi laju inflasi. Sedangkan
komoditi expor dari negara
berkembang makin ditekan harganya
melalui berbagai cara manipulasi
perdagangan internasional.
Walaupun negara maju sudah
menyumbangkan 1 % dari produk
nasional brutonya ke negara
berkembang, kenyataannya aliran
kesejahteraan justru mengalir
dari negara berkembang ke negara
maju. Itulah yang oleh beberapa
kalangan dinamakan bentuk
imperialisme baru yaitu
imperialisme intelektual dan
imperialisme ekonomi.
Hadirin yang saya hormati,
Pengembangan IPTEK di berbagai
negara sangat
bervariasi tergantung pada
tingkat kemampuan IPTEK yang
dapat dicapai, kemampuan sumber
daya yang ada dan
kebutuhan nasionalnya. Negara
manapun tidak mungkin
melakukan pengembangan di semua
bidang, pasti harus
membuat pilihan dan menentukan
urutan prioritas karena
kendala keterbatasan dan karena
kebutuhan nasionalnya. Lebihlebih
untuk negara berkembang, dimana
kemampuan sumber
daya sangat terbatas, pasti ada
kebutuhan, bahkan keharusan,
untuk memusatkan pengembangan di
bidang tertentu saja.
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
Dalam menentukan arah
pengembangan IPTEK, perlu dicermati
bahwa pada saat ini dunia sedang
bergerak cepat menuju
terwujudnya suatu sistem
perekonomian baru yang berbasis
ilmu pengetahuan. Terobosan
teknologi di bidang mikroelektronika,
bioteknologi, bahan baru,
telekomunikasi,
komputer dan robotika telah
merubah secara mendasar cara-cara
mengembangkan dan mentransformasikan
IPTEK kedalam
sektor produksi yang menghasilkan
barang dan jasa dengan
kandungan teknologi yang lebih
tinggi. Hal ini dibarengi dengan
munculnya fenomena perekonomian
global yang akan segera
mendominasi kehidupan manusia
dalam Milenium ke III ini.
Upaya pengembangan IPTEK di
setiap negara perlu
memanfaatkan segenap potensi
sumber daya manusia yang ada,
baik di lembaga litbang dan
rekayasa, lembaga penyandang
dana dan sektor riel, maupun yang
ada di lembaga-lembaga
pendidikan. Lembaga pendidikan
tinggi sebenarnya memiliki
kemampuan melakukan kegiatan
penelitian dan pengembangan
di bidang IPTEK. Di perguruan
tinggi biasanya terhimpun
sarana dan prasarana IPTEK yang
cukup lengkap dan mutakhir
dan tersedia sumber daya manusia
yang relatif menetap dan
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
menekuni bidang ilmu yang menjadi
keahliannya. Walaupun
demikian harus diakui bahwa misi
perguruan tingg yang paling
utama memang menyelenggarakan
fungsi pendidikan. Karena
kendala yang harus dihadapi dalam
menyelenggarakan fungsi
pendidikan ini, maka misi lainnya
yaitu menyelenggarakan
penelitian dan pengabdiam pada
masyarakat menjadi agak
terhambat.
Hambatan yang harus dihadapi
dalam menyelenggarakan
fungsi pendidikan muncul karena
perkembangan pendidikan
tinggi di Indonesia terlalu amat
pesat dari segi kuantitas yang
telah berlangsung sejak beberapa
dasa warsa terakhir.
Perkembangan pesat dari segi
kuantitas sudah tentu tidak akan
sejalan dengan perkembangan dari
segi kualitas. Oleh karena
itu, bisa dimengerti bahwa baik
dari segi kualitas maupun dari
segi produktivitas dan efisiensi,
sistem pendidikan tinggi di
Indonesia masih ada di bawah
standar negara-negara lain,
bahkan dibandingkan dengan
negara-negara berkembang
lainnya sekalipun.
Karena kendala dana, sarana dan
prasarana, kegiatan
penelitian di perguruan tinggi
sejak lama terbatas pada upaya
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
menunjang proses belajar-mengajar
dan untuk memenuhi
kebutuhan kredit kumulatif bagi
kenaikan pangkat staf
akademik. Walaupun demikian perlu
dicatat bahwa perhatian
pemerintah untuk menunjang
kegiatan penelitian di perguruan
tinggi makin meningkat sejak 1988
dengan diluncurkannya
berbagai program penelitian baik
di lingkungan departemen
pendidikan maupun di lingkungan
lembaga-lembaga penelitian
departemen dan nondepartemen
lainnya. Melalui programprogram
seperti ini sebenarnya perguruan
tinggi dapat mulai
meningkatkan kegiatan
penelitiannya terutama sebagai upaya
pembinaan staf akademik. Walaupun
demikian masih perlu
diteliti apakah peningkatan
penelitian di perguruan tinggi dapat
meningkatkan IPTEK di sektor riel
yaitu sektor swasta dan
sektor industri. Kriteria seleksi
untuk memperebutkan anggaran
penelitian di atas tampaknya
belum mencantumkan aspek
keterkaitan dengan sektor swasta
dan industri. Baru dalam
Lokakarya Nasional RISTEK (LOKNAS
RISTEK) ke V tahun
1993 muncul pembahasan mengenai
aspek kemitraan antara
masyarakat, swasta dan pemerintah
dalam pemanfaatan dan
pengembangan IPTEK. Hasil
pembahasan tersebut
menyarankan penciptaan iklim yang
kondusif bagi upaya
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
kemitraan riset dan teknologi,
misalnya dengan pemberian
insentif agar pihak swasta lebih
bergairah melaksanakan
pengembangan IPTEK. Insentif
dapat dipikirkan dalam bentuk
dukungan dana, keringanan pajak,
bantuan teknik, dan
kemudahan lainnya seperti
dukungan sistem informasi teknologi
yang relevan dengan dunia usaha.
Tanpa terwujudnya
kemitraan seperti ini akan tetap
ada kesenjangan antara kegiatan
penelitian di perguruan tinggi
dan pihak pengguna hasil
penelitian. Hal ini berarti bahwa
investasi dana penelitian yang
begitu besar akan terbuang
sia-sia.
Dapat dicatat disini bahwa sejak
1994/1995 telah
diluncurkan Progam Voucher yang
merupakan bentuk kegiatan
penelitian bersama antara
perguruan tinggi dan sektor industri
kecil. Mulai tahun itu juga telah
diluncurkan Program Riset
Unggulan Kemitraan (RUK) yang
mempersyaratkan
keterlibatan sektor swasta yang
semakin besar. Sementara itu di
lingkungan perguruan tinggi juga
diluncurkan Program URGE
(University Research for Graduate
Education) yang terutama
ditujukan untuk meningkatkan mutu
program pendidikan
pascasarjana. Semua
program-program penelitian yang
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
ditawarkan selama ini merupakan
tantangan bagi semua
perguruan tinggi untuk saling
memperebutkan dalam situasi
kompetisi yang sangat selektif.
Keberhasilan dalam kompetisi
ini akan sangat membantu untuk
menghidupkan kegiatan
penelitian di masing-masing
perguruan tinggi yang akan sangat
bermanfaat sebagai upaya
pembinaan staf akademik. Walaupun
demikian perlu dicatat bahwa
hanya para peneliti dan usulan
penelitian yang unggul saja yang
akan berhasil dalam suasana
kompetisi yang sangat selektif
ini.
Hadirin sekalian yang saya
hormati,
Tampaknya untuk jangka waktu yang
lama, tanda-tanda
keterkaitan antara kegiatan
penelitian dan pengembangan
IPTEK di perguruan tinggi dengan
sektor industri belum akan
tampak. Pemerintah akan tetap
menjadi penyedia dana yang
terbesar dan menjadi pelaku utama
dalam kegiatan
pengembangan IPTEK. Sementara itu
peranan perguruan tinggi
dalam kegiatan pengembangan IPTEK
masih akan dibatasi oleh
kendala-kendala yang sifatnya
struktural. Anggaran pemerintah
untuk meningkatkan kegiatan
penelitian di perguruan tinggi
sebenarnya sudah meningkat lipat
ganda sebelum krisis moneter
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
tahun 1996, tetapi keadaannya
berbalik sesudah krisis moneter.
Anggaran untuk menunjang kegiatan
penelitian selama ini
sebenarnya baru mencukupi untuk
sekedar menghidupkan
kegiatan penelitian dan
memelihara para peneliti saja. Kebijakan
pendidikan tinggi di masa
mendatang perlu diarahkan agar
perguruan tinggi dapat melepaskan
diri dari kendala-kendala
struktural yang selama ini
dirasakan sangat menghambat.
Tersedianya sumber-sumber dana
penelitian dari
lingkungan lembaga-lembaga
pemerintah, departemen maupun
nondepartemental, yang cukup
menarik seharusnya dapat
menggugah minat dan gairah
meneliti staf akademik dan oleh
karenanya persaingan akan makin
ketat dan makin selektif. Oleh
karena itu staf akademik yang
masih berstatus peneliti pemula
seyogyanya diarahkan dan diberi
kemudahan dalam
meningkatkan kemampuan meneliti
dengan memanfaatkan dana
penelitian setempat di lingkungan
perguruan tinggi sendiri.
Upaya memperebutkan dana
penelitian baru merupakan langkah
awal yang harus diikuti dengan
langkah selanjutnya yang lebih
penting, yaitu melaksanakan
penelitian secara berhasil dan
menyelesaikannya dengan
menerbitkan makalah ilmiah.
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
Pengamatan menunjukkan bahwa
masih terdapat banyak
kendala dan hambatan dalam
mengembangkan kehidupan
penelitian di lingkungan
perguruan tinggi. Keberhasilan
program penelitian akan sangat
ditentukan oleh tidak saja
ketersediaan
sarana/prasarana/dana pendukungnya, tetapi masih
sangat dipengaruhi oleh kualitas
dan kesungguhan sumber daya
penelitian yang paling utama
yaitu penelitinya sendiri, dan lebih
dipengaruhi lagi oleh suasana
masyarakat ilmiah yang ada di
lingkungan perguruan tinggi.
Tampaknya masih sangat diperlukan
upaya untuk
membangkitkan budaya meneliti dan
menghidupkan lingkungan
masyarakat ilmiah yang mampu
mendukung kegiatan penelitian
ilmiah yang intensif dan bermutu
tinggi. Sementara ini alokasi
dana penelitian makin
diprioritaskan untuk menciptakan
keunggulan dalam kemampuan
nasional dan sangat diperlukan
adanya keterkaitan antara
kegiatan penelitian di perguruan
tinggi dengan kebutuhan nyata di
sektor swasta. Informasi yang
tersedia dalam buku Prioritas
Utama Nasional Riset dan
Teknologi (PUNAS RISTEK) perlu
diacu dalam memilih
bidang-bidang penelitian yang
masih relevan dewasa ini.
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
Mengingat kendala dan hambatan
yang masih mewarnai
upaya pembinaan penelitian di
perguruan tinggi, beberapa hal
perlu mendapatkan perhatian
khusus dalam menghidupkan
kegiatan penelitian yang produktif
dan efektif di lingkungan
perguruan tinggi.
Pertama, peningkatan kuantitas
dan kualitas. Peningkatan
kuantitas dapat dicapai melalui
penyebaran informasi tentang
sumber dana penelitian yang
tersedia, baik dari lembaga
pemerintah maupun swasta, baik
dalam negeri maupun luar
negeri. Di samping itu perlu
digalakkan pula melalui forum
diskusi dan seminar ilmiah antar
pakar sejawat baik dari dalam
maupun dari luar perguruan
tinggi. Juga perlu ditempuh melalui
pembimbingan penelitian dosen
yunior oleh dosen senior.
Peningkatan kualitas dapat
dicapai melalui pendidikan lanjutan
S2 dan S3, penataran metodologi
penelitian maupun kegiatan
pelatihan di perguruan tinggi
lain yang lebih maju baik di dalam
maupun di luar negeri.
Kedua, peningkatan relevansi
penelitian dengan mengkaitkan
penelitian dengan program
pembangunan nasional dan
kebutuhan masyarakat di sektor
industri dan swasta dan dengan
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
menggalang kerja sama dengan
lembaga-lembaga pemerintah
dan swasta, baik di pusat maupun
di daerah.
Ketiga, peningkatan kualitas
sumber imformasi penelitian
melalui inventarisasi dan
dokumentasi penerbitan publikasi
ilmiah yang ada, peningkatan
kualitas penerbitan ilmiah
terutama penerbitan yang dikelola
oleh dan disebarluaskan ke
masyarakat ilmiah sebidang dan
sejawat. Dalam hal ini sumber
informasi ilmiah yang paling
mutakhir dewasa ini, yaitu
jaringan internet, perlu
dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Demikianlah apa yang dapat saya
sampaikan pada
kesempatan ini, kiranya dapat
saya cukupkan sampai di sini,
semoga ada manfaatnya. Akhirnya
saya ingin mengucapkan
terima kasih atas segala
perhatian dan kesabaran dalam
mengikuti acara ini, dan tak lupa
saya mohon maaf kalau ada
kekurangan dalam cara saya
menyampaikan pidato Dies ini.
Sekian, dan sekali lagi terima
kasih.
Yogyakarta, 18 Agustus 2004
Seminar Dies
Natalis ke-25 Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan
Komputer AKAKOM,
18-Agustus-2004
Daftar Bacaan
1. The Third World Academy of
Sciences News Letter,
ICTP. Issue No. 10, 1989.
2. Science and Technology
Indicators of Indonesia, BPPT,
RISTEK, PAPIPTEK-LIPI, 1993.
3. Lokakarya Nasional RISTEK V,
DRN, Jakarta, 13–15
Desember 1993.
4. Prayoto, “Peranan Perguruan
Tinggi Dalam
Pengembangan IPTEK”, Seminar
Nasional Dies Natalis
ke-45 Universitas Gadjah Mada,
20=21 Desember 1994.
5. Prayoto, “Pembinaan Penelitian
Di Perguruan Tinggi”,
Seminar/Lokakarya Penelitian dan
Pengabdian Pada
Masyarakat Perguruan Tinggi se
Jawa Tengah,
Semarang, 12-13 Juni 1995.
6. Buku Panduan Riset Unggulan
Terpadu (RUT) XII,
2004.
7. Prioritas Utama Nasional Riset
dan Teknologi (PUNAS
RISTEK), DRN, 2001-2005
| |||||||||||